eNgKoOnG

ASSALAMMUALAIKUM
SELAMAT DATANG DI BLOGSPOT AL_HABIB TILE

Rabu, 09 Mei 2012

Angkaro dan Tunturana


Dua ekor kepiting, Angkaro dan Tuturana, bersahabat karib. Mereka tinggal bersama di pinggir laut, di balik bebatuan. Mereka bersembunyi karena takut pada orang-orang yang mencari ikan dan kepiting. Apabila laut pasang, mereka bermain tanpa takut akan ditangkap manusia.
Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Angkaro dan Tuturana keluar menikmati keindahan alam.
” Sahabat, bagaimana kalau kita hiasi punggung kita agar kelihatan menarik ?” kata Angkaro.
”Bagus sekali idenya. Kita memang perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Tapi, bagaimana caranya ? ” tanya Tuturana.
”Bagini.”sahut Angkaro, ”Kita lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
”Wah, menarik sekali. Bagaimana kalau aku dulu yang dilukis. Boleh atau tidak ? tanya Tuturana.
”Baiklah.”kata Angkaro.
Angkaro mulai mengukir punggung Tuturana. Punggung Tuturana  dihiasi dengan bulatan-bulatan dari muka ke belakang, dan dari atas ke bawah. Lukisan itu sangat mempesona.
”Sudah selesai sahabat.”kata Angkaro.
Tuturana bercermin pada di air laut yang jernih.
“Bagus, bukan?”tanya Angkaro.
“Bagus sekali. Terima kasih sahabat.”kata Tuturana,
”Sekarang giliranku.”kata Angkaro.
Tiba-tiba air laut surut. Datanglah pencari ikan membawa obor. Kedua ekor kepiting itu pun terkejut. Berlarilah mereka untuk menghindari bahaya.
”Maaf, sahabat. Orang-orang sudah datang untuk menangkap kita. Tidak ada waktu lagi untuk melukis punggungmu.” kata Tuturana.
”Tidak punggungku harus kamu ukir !” teriak Angkaro.
Melihat obor-obor semakin dekat, Tunturana menggambari punggung Angkaro dengan dengan kuas dan cat tanpa bentuk. Punggung Angkaro sekarang penuh dengan garis tidak karuan karena tergesa-gesa hendak menyelamatkan diri.
Angkaro terpaksa menerima keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk yang amat berbeda: Tuturana cantik dan Angkaro jelek.
Hikmah Kebaikan : Persahabatan yang penuh dengan keakraban.
Hikmah Keburukan : Terburu-buru Ingin menyelamatkan diri sehingga lukisan Angkaro Jelek
Kesimpulan : Dua makhluk hidup yang saling bersahabat dan saling menolong

SELAYANG PANDANG BUDAYA INDONESIA


Kebudayaaan asli Indonesia di zaman yang modern ini sudah tampak langka. Keberadaannya pun mulai tampak jarang dijumpai di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Derasnya gelombang budaya asing seolah-olah mengajarkan kepada kita bahwa itu adalah  gaya hidup modern: parahnya kita harus melupakan budaya sendiri!
Budaya Indonesia sebenarnya memiliki nilai estetika dan ajaran moral yang tinggi. Terlebih, budaya bangsa ini sejak dulu terkenal oleh keanekaragaman kebudayaan tradisional.  Keanekaragaman budaya tradisional memiliki keunikan dan mencerminkan karakteristik tiap-tiap suku bangsa yang ada di Indonesia.
Terkikisnya budaya nasional kita setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor dari luar, yaitu segala bentuk pengaruh yang datangnya dari luar batas wilayah. Salah satu misal, gencarnya sosialisasi budaya asing melalui alat komunikasi yang nyaris tak terbatas – internet. Kedua, faktor dari dalam, yaitu segala bentuk kebijakan ataupun pandangan kita terhadap budaya. Sikap tak acuh terhadap budaya sendiri, kurangnya filterisasi, kurangnya pemahaman terhadap gaya hidup, dsb merupakan beberapa hal yang berpengaruh terhadap budaya nasional kita.
Semakin lama kita membiarkan masalah ini tanpa ada bentuk usaha melestarikannya, niscaya kebudayaan kita mungkin akan mengalami pengikisan. Proses akulturasi yang kurang tepat dan berlangsung lama, membuat budaya asli suatu bangsa menjadi tergeser, menjadi buram dan bahkan hilang.
Banyak usaha yang bisa kita tempuh untuk mengantisispasi kemungkinan terburuk ini. Beberapa pihak yang peduli mengenai aset berharga bangsa ini perlu kita acungi dua ibu jari. Misalnya, mainan anak-anak tradisional yang dipamerkan di mal atau pusat keramaian kota, program pemerintah daerah dalam mendokumentasikan budaya-budaya melalui situs resmi, dsb
Dari sisi lain, kami juga turut melestarikan budaya Indonesia melalui majalah. Memang, bukan hal baru bahwa sebuah majalah hadir dengan tema budaya. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap majalah budaya lain, kami hadir dengan nuansa dan citra yang berbeda. Dengan berbekal itu, majalah ini mencoba melestarikan dan mensosialisasikan kebudayaan nasional sehingga keberadaannya tetap bisa dinikmati oleh anak-cucu bangsa Indonesia dan selebihnya turut berperan di dalam kancah persaingan budaya internasional.
Majalah itu adalah majalah New Indonesia. Majalah New Indonesia adalah majalah budaya Indonesia nonprofit yang didistribusikan secara skala regional, nasional, dan internasional dengan teknik penyajian dwibahasa.  Majalah New Indonesia berusaha untuk menjadi salah satu media dalam melestarikan kebudayaan Indonesia agar dapat bertahan dalam menghadapi serbuan budaya asing, menumbuhkan kembali minat dan kecintaan akan budaya pada masyarakat Indonesia khususnya generasi muda, serta tidak menutup kemungkinan menjadi media promosi budaya Indonesia agar lebih dikenal di mancanegara.
Majalah New Indonesia merupakan majalah yang baru saja didirikan pada Mei 2009 oleh sekumpulan generasi muda dengan keinginan untuk mengangkat kembali kejayaan budaya Indonesia di dunia internasional. Majalah New Indonesia mengulas segala macam keunikan budaya Indonesia baik budaya tradisional asli Indonesia maupun hasil budaya yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan modern, namun tetap menitikberatkan pada budaya asli Indonesia. Selain itu, Majalah New Indonesiaberusaha menjadi sarana untuk menampung aspirasi, ekspresi, kreasi dan kepedulian untuk melestarikan budaya asli Indonesia. Tentunya, tidak hanya dari satu sisi generasi saja.